Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global ke depan akan membaik sejalan dengan adanya pencabutan kebijakan zero Covid-19 di China. Kendati demikian, risiko resesi ekonomi di kawasan Eropa dan Amerika Serikat (AS) masih tetap tinggi.
Untuk itu, semua pihak tetap waspada pada situasi ekonomi yang masih tidak menentu saat ini.
“Mari kita terus menumbuhkan optimisme ekonomi kita akan tetap tahan dan bangkit, meskipun kita harus tetap waspada bahwa ekonomi global masih belum ramah, tensi politik global juga itu masih belum menentu,” terang Gubernur Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (16/2/2023).
Perry mengajak seluruh pihak agar tetap konsisten melakukan yang terbaik bagi Indonesia, baik itu dari pihak Bank Indonesia, pemerintah, dan masyarakat yang turut andil dalam perbaikan ekonomi. Lebih lanjut, ia mengatakan hal tersebut dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni kreatif, inovatif, dan sinergitas yang kemudian disingkatnya menjadi KIS.
“Kuncinya KIS, inovatif, kreatif, terobosan, tidak cukup book smart kata Pak Presiden. Dibutuhkan street smart yang disebut terobosan, sekali lagi Pak Presiden mengatakan tidak cukup book smart tetapi street smart dan itu maka perlu terobosan tapi kuncinya ketiga adalah sinergitas, sesulit apapun kalau kita bersama bergotong royong bersinergi hasilnya akan jauh lebih positif,” lanjutnya.
Sebelumnya dijelaskan Perry, dalam Rapat Dewan Gubernur, BI melihat perbaikan pertumbuhan ekonomi global ke depan akan lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang mencapai 2,3%. Adapun inflasi global diperkirakan akan menurun, dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global dan perbaikan mata rantai pasokan global, meskipun masih tinggi seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan, serta pasar tenaga kerja AS dan Eropa yang masih ketat.
“Inflasi yang melandai mendorong negara maju suku bunganya diperkirakan masih tinggi,” jelas Perry.
Selain perbaikan dari sisi global, Perry juga melihat potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya. Hal ini menurut Perry didorong oleh kenaikan ekspor serta semakin membaiknya permintaan domestik khususnya konsumsi swasta. Untuk tahun 2023, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan cenderung bias ke atas dalam kisaran 4,5-5,3%. Kinerja ekspor berpotensi akan lebih tinggi dari prakiraan semula didorong oleh pengaruh positif perbaikan ekonomi Tiongkok.
“Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh tinggi dipengaruhi keyakinan pelaku ekonomi yang meningkat dan kenaikan mobilitas masyarakat pasca pencabutan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM),” jelas Perry.
“Investasi membaik didorong perbaikan prospek bisnis, peningkatan aliran masuk Penanaman Modal Asing (PMA), serta penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlanjut,” kata Perry melanjutkan.
Selain itu, perbaikan di dalam negeri juga ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang diperkirakan tumbuh tinggi dipengaruhi keyakinan pelaku ekonomi yang meningkat dan kenaikan mobilitas masyarakat pasca pencabutan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Investasi membaik didorong perbaikan prospek bisnis, peningkatan aliran masuk Penanaman Modal Asing (PMA), serta penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlanjut.
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/market/20230216163903-17-414431/semua-waspada-dunia-belum-ramah-perang-masih-berlangsung