Reli Kenaikan Harga Pangan Dunia, Indef : Laju Inflasi Tahun Ini Lebih Tinggi

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin menilai tingkat inflasi global bakal saat ini bakal lebih tinggi dari 2021. Alasannya, FAO Food Price Index (FFPI) Februari 2022 kembali menembus angka tertinggi sejak 2011.

Konsekuensinya, kata Bustanul, harga barang kebutuhan pokok atau Bapok dalam negeri akan terkerek naik mengikuti fluktuasi harga bahan baku di pasar dunia. Dengan demikian, daya beli masyarakat akan ikut tergerus akibat inflasi yang didorong kenaikan harga pangan tersebut.

“Tidak ada yang aneh. Hampir semua analis atau ekonom pertanian memprediksi seperti itu. Bahkan secara umum, tingkat laju inflasi global juga lebih tinggi dibanding tahun lalu,” kata Bustanul kepada Bisnis, Senin (7/3/2022).

Bustanul meminta pemerintah untuk memastikan manajemen ketersediaan pangan strategis yang dapat diproduksi di dalam negeri tersalurkan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Misalkan, komoditas strategis seperti beras dan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah mesti mempercepat impor komoditas yang masih belum dapat dipenuhi di dalam negeri.

“Untuk komoditas yang tergantung impor, pemerintah tidak boleh terlambat mengambil keputusan impor,” tuturnya.

Adapun, Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) melaporkan FAO Food Price Index (FFPI) pada Februari 2022 menyentuh di angka 140.7 atau naik 3,9 persen dari torehan Januari dan lebih tinggi 20,7 persen secara tahunan (year-on-year).

Laporan itu sekaligus menunjukkan rekor indeks harga pangan dunia sejak Februari 2011. Kenaikan indeks harga pangan dunia itu didorong harga minyak nabati dan susu. Selain itu, harga sereal dan daging juga mengalami peningkatan yang signifikan.

Sementara itu, indeks harga minyak nabati pada Februari menyentuh di angka 201.7 atau naik 8,5 persen secara bulanan. Torehan itu sekaligus menjadi rekor tertinggi sepanjang masa. Reli harga minyak nabati itu didorong kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO), kedelai, biji bunga matahari.

“Pada Februari, harga CPO dunia mengalami kenaikan dua bulan terakhir akibat permintaan yang tinggi sementara adanya penurunan ekspor dari Indonesia. Sementara harga kedelai dunia juga meningkat seiring dengan memburuknya prospek produksi di Amerika Selatan,” tulis FAO dalam laporannya yang dirilis, Jumat (4/3/2022).

Di sisi lain, harga minyak biji bunga matahari juga mengalami peningkatan yang signifikan. Hal itu disebabkan karena adanya disrupsi pasokan di kawasan Laut Hitam yang menyebabkan turunnya volume ekspor.

Sumber: ekonomi.bisnis.com