Konsumsi Aneka Pangan Lokal Dipacu, Antisipasi Naiknya Harga Gandum Akibat Dampak Perang

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Perang antara Rusia dan Ukraina telah mendongkrak harga pangan, termasuk gandum. Hal itu menyusul Ukraina yang merupakan penghasil gandum tidak dapat leluasa mengekspor komoditasnya untuk memenuhi pasokan global.

Mengantisipasi potensi kenaikan harga gandum dunia yang dapat berpengaruh pada kenaikan harga pangan dalam negeri seperti roti dan mie, Badan Pangan Nasional/NFA (National Food Agency) melakukan upaya mitigasi, satu di antaranya dengan mendorong penganekaragaman konsumsi pangan.

Hal itu diungkapkan Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, di Kantor NFA, Jakarta, Rabu (20/7).

Menurut dia, kenaikan harga gandum yang dapat mengakibatkan naiknya harga mie dan roti di dalam negeri merupakan peringatan untuk memperkuat kembali komitmen penganekaragaman konsumsi pangan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal.

Saat ini, sumber pangan lokal sudah tersedia di mana-mana, bahkan aneka olahan pangan sudah banyak dijual baik melalui onsite maupun online.

“Kita perlu mendorong masyarakat untuk mengonsumsi olahan pangan lokal tersebut. Sangat disayangkan apabila produk pangan lokal tidak terserap, sudah diolah dan tersedia tapi belum dimanfaatkan secara optimal. Aneka pangan lokal baik juga bagi kesehatan, karena minim gluten,” katanya.

Untuk percepatan penyerapan, Arief menuturkan, diperlukan penguatan sektor hilir, agar berbagai produk pangan lokal alternatif tersebut mampu diserap secara optimal, dan memberikan kebermanfaatan ekonomi bagi para penggeraknya.

“Dukungan pola konsumsi dan bisnis sangat diperlukan, melalui saluran distribusi dan fasilitasi bagi pengembangan produk pangan baru. Untuk itu, NFA mendorong pelaku usaha baik BUMN Perum Bulog dan Holding Pangan ID FOOD, serta sektor swasta melakukan sinergi peningkatan pendistribusian dan penjualan produk pangan lokal alternatif,” paparnya.

Arief menyatakan, substitusi seperti inilah yang perlu terus dilakukan, sehingga bukan hanya menjaga ketersediaan bahan pangan, melainkan juga menghemat devisa negara.

Jika kita bisa melakukan substitusi pangan yang berbahan baku gandum seperti terigu menjadi tepung beras dan singkong sebanyak 10 persen saja, hal itu disebut telah sama dengan menghemat Rp 2,4 triliun per tahun.

Selain itu, dengan adanya substitusi tersebut, ia berujar, perekonomian domestik juga akan terus bergerak, sehingga industri pengolahan pangan lokal bisa terus berkembang.

Arief mengungkapkan, satu konsen NFA adalah meningkatkan keterjangkauan pangan bagi seluruh masyarakat melalui stabilisasi pasokan dan harga pangan, serta keanekaragaman konsumsi pangan.

“Upaya peningkatan keanekaragaman pangan tersebut dijalankan melalui Kedeputian Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Tanaman Pangan Badan Pangan Nasional. Kami dorong konsumsi pangan yang memenuhi standar beragam, bergizi seimbang, dan aman,” jelasnya.

Sebelumnya, Presiden RI pada kunjungan kerjanya meninjau Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Subang, pekan lalu, menyampaikan, pemerintah saat ini tengah mewaspadai kenaikan harga gandum akibat dinamika geopolitik antara Rusia dan Ukraina.

Jokowi menuturkan, saat ini dunia sedang mengalami kekurangan pangan di mana-mana. Ia pun meminta semua pihak agar waspada, dan memastikan agar ketersediaan pangan Indonesia berada pada kondisi aman.

Menurut dia, kemandirian pangan menjadi faktor yang penting saat ini. Presiden mengajak masyarakat memanfaatkan seluruh lahan dalam berbagai ukuran agar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.

Jokowi menekankan kepada jajarannya agar tidak hanya berfokus pada satu jenis pangan yaitu beras. Pengembangan alternatif pangan lain juga didorong, seperti sagu, sorgum, porang, jagung, hingga ketela pohon untuk terus dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. (Tribunnews/Muhammad Zulfikar)

Sumber: https://jateng.tribunnews.com/2022/07/20/konsumsi-aneka-pangan-lokal-dipacu-antisipasi-naiknya-harga-gandum-akibat-dampak-perang?page=2