BANDUNG – Ombudsman menilai tata kelola beras di Indonesia masih buruk dan berpotensi terjadi maladministrasi. Akibatnya, petani dirugikan baik dari sisi kebijakan atau produk.
“Yang kami hadapi bahwa masih banyak kebijakan di sektor pertanian yg perlu pengawalan dari Ombudsman demi membaiknya pelayanan publik,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika pada Diskusi Tematik ‘Membangun Kualitas Pelayanan Publik Pertanian’, Rabu (27/10/2021).
Menurut dia, adanya wacana impor beras pada awal tahun 2021 menjadi perhatian besar Ombudsman dikarenakan bertepatan dengan hari panen raya sehingga berpotensi merugikan para petani. Selain itu, Ombudsman juga menemukan maladministrasi dalam tata kelola beras pemerintah.
Kebijakan dalam penetapan impor selama ini belum mempertimbangan semua aspek indikator seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam hal penyaluran Beras Cadangan Pemerintah (BCP) kebijakan yang tidak komprehensif mengakibatkan beras turun mutu yang berpotensi merugikan negara.
“Tidak kurang dari 200 ribu ton beras turun mutu yang nilainya setara dengan 2 triliun dan ini ditanggung negara, dan ini akibat dari tata kelola yang tidak baik,” ungkap Yeka.
Yeka juga menjelaskan bahwa ada indikator-indikator yang patut dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan. “Kami breakdown ada 12 indikator yang perlu dipertimbangkan pemerintah ketika mengambil kebijakan keputusan importasi beras. Dan ke depan ke 12 indikator ini perlu diterapkan oleh Kemenko Bidang Perekonomian,” pungkasnya.
Yeka Hendra Fatika juga menyampaikan bahwa Ombudsman RI berkomitmen untuk beperan aktif memastikan agar produksi pangan dapat mencukupi kebutuhan. Serta regulasi yang dihadirkan tidak merugikan para kelompok tani.
Terkait hal ini, Yeka menyampaikan perlu keterlibatan penuh Ombudsman dalam mengawal perencanaan pembangunan secara bottom up bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Menurut Kepala Perwakilan Ombudsman Kalimantan Selatan, Hadi Rahman, beberapa permasalahan kerap dikeluhkan oleh para petani seperti minimnya perhatian bagi para petani baik sisi anggaran dan pelatihan, harga pupuk yang tidak bersahabat, dugaan diskriminasi bantuan tani, lambatnya respons atas keluhan petani hingga belum lengkapnya SOP dan standar pelayanan publik (SPP) pertanian.