Kementan Sebut Kebermanfaatan Program Peremajaan Sawit Rakyat Sudah Dirasakan Petani

KOMPAS.com – Sengkarut masalah di industri sawit masih menjadi sorotan hingga kini. Bahkan, memasuki 2023, permasalahan terkait capaian perkembangan peremajaan sawit rakyat (PSR), harga tandan buah segar (TBS), dan beragam kondisi petani sawit lainnya masih terus berlanjut.

Melihat permasalahan tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Dinas Perkebunan di seluruh sentra kelapa sawit terus berupaya menjaga produksi dan produktivitas kelapa sawit.

Selain itu, Kementan juga melakukan monitoring perkembangan harga TBS secara rutin guna mengatasi gejolak dan memastikan harga TBS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk mendukung keberlangsungan program PSR dan berbagai masalah di industri sawit, Kementan telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.

Kementan mengklaim bahwa keberadaan Permentan Nomor 3 Tahun 2022 telah memberikan dampak positif.

Hal tersebut dibuktikan dengan keberhasilan Kementan dalam realisasi capaian rekomendasi teknis program PSR selama 2022 seluas 17.587 hektar (ha) sehingga sangat dirasakan petani atau pekebun sawit.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementan Andi Nur Alam Syah mengatakan, keberhasilan realisasi program PSR seluas 17.587 ha merupakan capaian luar biasa selama lima bulan terakhir.

“Terbitnya Permentan Nomor 3 Tahun 2022 justru memberikan kepastian hukum terhadap bantuan PSR itu benar-benar terlaksana dan diterima petani secara tepat dan cepat, juga memperlancar dan melindungi petani,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (6/1/2023).

Menurut Andi, keberadaan Permentan Nomor 3 Tahun 2022 tidak untuk memberatkan atau mempersulit petani saat memproses bantuan program PSR.

Manfaat Permentan 03 Tahun 2022

Pada kesempatan yang berbeda Ahli Hukum Tata Negara Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menjelaskan beberapa manfaat lain dari Permentan 03 Tahun 2022.

Menurutnya, Permentan 03 Tahun 2022 bisa mencegah tumpang tindih lahan, memberikan kepastian hukum dan berkeadilan agar kepemilikannya clean and clear, serta meminimalisasi permasalahan di kemudian hari.

“Sebagaimana tertuang pada Pasal 15, peremajaan kelapa sawit diberikan kepada pekebun dengan syarat salah satunya tergabung dalam kelembagaan pekebun dan memiliki legalitas lahan,” jelas Ahmad.

Syarat tersebut, lanjut dia, diberlakukan mengingat siklus tanaman kelapa sawit yang cukup panjang sekitar 25 tahun sehingga diperlukan kepastian hukum atas keberadaan kebun yang akan diremajakan.

Ahmad menjelaskan bahwa lahirnya Permentan 03 Tahun 2022 merupakan penyempurnaan dari permentan sebelumnya.

Untuk diketahui, permentan sebelumnya diterbitkan dari hasil evaluasi dan masukan berbagai pihak, antara lain aparat penegak hukum, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), petani, pelaku usaha perkebunan, dan berbagai stakeholder perkebunan.

“Berbagai masukan tersebut dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keberlanjutan usaha kelapa sawit,” ucap Ahmad.

Dalam regulasi tersebut, lanjut dia, terdapat keterangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) terkait status lahan yang akan dilakukan peremajaan.

Ahmad mengungkapkan, hal tersebut dimaksudkan agar peremajaan yang dilaksanakan ke depan dapat berjalan dengan baik tanpa konflik dan diberikan kepada para petani yang tepat sebagai penerima manfaat.

“Hal itu merespons banyaknya areal perkebunan kelapa sawit yang diduga masuk dalam kawasan hutan. Mengatasi hal ini, maka pemerintah hadir bagi lahan-lahan petani yang masuk dalam kawasan hutan untuk diselesaikan sesuai peraturan yang berlaku,” ujarnya.

Lebih lanjut Ahmad mengatakan, Permentan 03 Tahun 2022 terbit melalui proses harmonisasi yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait.

Meski demikian, kata dia, permentan tersebut saat ini dalam proses revisi sesuai masukan dari berbagai pihak dalam rangka mencapai tujuan peremajaan.

Pemerintah terus cari solusi tepat

Andi Nur mengatakan bahwa pemerintah selalu hadir dan terus mencari solusi tepat guna dalam upaya memperbaiki industri sawit.

“Pemerintah tentu hadir, terus cari solusi tepat guna dan segera menindaklanjuti. Perbaikan industri sawit ini tak bisa sendiri, harus bersama bersinergi, demi tingkatkan kesejahteraan petani sawit ke depannya,” ujarnya.

Andi menjelaskan, peremajaan kelapa sawit dilakukan di lahan kelapa sawit dengan kriteria khusus.

Pertama, tanaman harus sudah melewati umur ekonomis 25 tahun. Kedua, produktivitas kurang dari atau sama dengan 10 ton TBS per hektar per tahun pada umur paling sedikit tujuh tahun. Ketiga, benih atau kebun yang menggunakan benih tidak unggul.

“Kriteria tersebut harus dibuktikan dengan pernyataan yang dibuat oleh kelompok tani (poktan), gabungan kelompok tani (gapoktan), koperasi atau kelembagaan pekebun lainnya,” imbuh Andi.

Dilansir dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Paser pada 2021, manfaat ekonomi program PSR juga sudah dirasakan masyarakat pekebun.

Program PSR Kabupaten Paser diklaim telah berjalan sesuai dengan rencana saat dimulai pada 2017. Adapun Koperasi Unit Desa (KUD) Sawit Jaya, Desa Sawit Jaya Kecamatan Long Ikis, saat itu menjadi penerima program PSR pertama di Kabupaten Paser.

Berdasarkan pantauan yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan dan Peternakan, didapatkan informasi bahwa beberapa kelompok pekebun yang telah melaksanakan replanting tahap pertama, sudah mendapatkan hasil produksi sawit dan telah memperoleh manfaat ekonomis dari program tersebut.

Begitu juga dengan program PSR yang telah diluncurkan dan tanam perdana di Sumatera Utara (Sumut). Peluncuran program PSR yang dihadiri Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) pada 2017 itu memberikan hasil positif terhadap Sumut sebagai provinsi kedua penerima program PSR.

Upaya tingkatkan produksi perkebunan

Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Setiyono mengatakan bahwa program PSR sangat perlu dilakukan sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil perkebunan.

Pemerintah melaksanakan kegiatan peremajaan kelapa sawit sebagai bentuk keberpihakan kepada pekebun rakyat.

“Hal tersebut, imbuh dia, dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman kelapa sawit rakyat guna menjaga luasan lahan dan keberlanjutan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat,” jelas Setiyono.

Ia mengaku bahwa anggota Aspekpir sangat merasakan manfaat peremajaan kelapa sawit. Hal ini terbukti dari peningkatan produksi dan biaya produksi yang ringan karena ada bantuan biaya hibah dari program PSR yg dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Pada kesempatan itu, Andi Nur juga berharap, realisasi PSR ke depannya dapat semakin meningkat.

“Peraturan dibuat untuk melindungi, mempermudah dan memperlancar, bukan menghambat. Tentu tak dapat dipungkiri, dalam mengimplementasikannya dihadapkan berbagai tantangan,” ucapnya.

Untuk itu, ia meminta semua pihak perlu bekerja sama, bersinergi, dan berkolaborasi secara terintegrasi guna mempercepat proses pemenuhan ketentuan administratif.

Kolaborasi tersebut harus dengan melibatkan beberapa pihak, di antaranya pemerintah daerah (pemda) provinsi atau kabupaten atau kota, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian LHK, BPDPKS, dan perbankan, serta pelaku usaha kelapa sawit baik swasta maupun BUMN.

Sumber: https://kilaskementerian.kompas.com/kementan/read/2023/01/06/101622126/kementan.sebut.kebermanfaatan.program.peremajaan.sawit.rakyat.sudah.dirasakan.petani