TEMPO.CO, Jakarta – Korea Utara dilaporkan terancam bencana kelaparan akibat krisis pangan dalam beberapa tahun terakhir.
Seperti dilansir Al Jazeera, Rabu 22 Februari 2023, hal itu disebabkan oleh bencana alam, sanksi internasional yang ditujukan untuk mengekang program nuklir dan misilnya, serta pemotongan tajam dalam perdagangan dengan China karena penutupan perbatasan dan penguncian Covid-19.
Namun, di tengah kesulitan tersebut, surat kabar resmi Korea Utara, Rodong Sinmun, mengatakan bahwa mengandalkan bantuan eksternal untuk mengatasi kekurangan pangan akan sama dengan mengambil “permen beracun”.
Surat kabar itu justru mendesak kemandirian ekonomi di tengah laporan kekurangan pangan dan memperingatkan agar tidak menerima bantuan ekonomi dari “imperialis” yang menggunakan bantuan sebagai “jebakan untuk menjarah dan menaklukkan” negara-negara penerima dan mengganggu politik internal mereka.
“Adalah kesalahan untuk mencoba meningkatkan ekonomi dengan menerima dan memakan permen beracun ini,” tulis tajuk rencana koran Partai Buruh tersebut.
Tajuk rencana ini muncul beberapa hari setelah Korea Selatan mengumumkan bahwa krisis pangan di Korea Utara “tampaknya telah memburuk”.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan, yang menangani urusan antar-Korea, mengatakan pada Selasa bahwa tampaknya telah terjadi peningkatan kematian akibat kelaparan baru-baru ini di beberapa provinsi Korea Utara.
“Produksi pangan turun dari tahun lalu, dan ada kemungkinan masalah distribusi karena perubahan kebijakan pasokan dan distribusi pangan mereka,” kata seorang pejabat kementerian kepada wartawan.
Pada Desember lalu, badan pembangunan pedesaan Korea Selatan memperkirakan produksi tanaman Korea Utara telah turun 3,8 persen dari 2021, karena hujan musim panas yang dahsyat dan kondisi cuaca lainnya.
Wadah pemikir yang berbasis di Amerika Serikat, 38 North, memperingatkan bulan lalu bahwa Korea Utara – yang terhuyung-huyung akibat banjir dan topan serta sanksi global atas program nuklirnya – berada “di ambang kelaparan”.
Sebagian besar badan PBB dan kelompok bantuan Barat telah meninggalkan Korea Utara setelah pandemi. China kini menjadi salah satu dari sedikit sumber bantuan pangan eksternal.
Menteri Unifikasi Korea Selatan Kwon Young-se sebelumnya mengatakan Pyongyang telah meminta Badan Dunia untuk Pangan, WFP, untuk memberikan dukungan. Namun, tidak ada kemajuan karena perbedaan mengenai masalah pemantauan.
Kementerian Unifikasi juga mengatakan Pyongyang telah secara efektif mengakui situasi pangan yang memburuk di negara itu dengan menyerukan pertemuan “mendesak” dari Partai Buruh yang berkuasa di bidang pertanian bulan ini. Kementerian mengatakan sangat jarang bagi Pyongyang mengadakan pertemuan khusus seperti itu.
Sementara itu, kantor berita Korea Selatan Yonhap melaporkan bahwa sekitar 700 narapidana di tiga penjara pedesaan Korea Utara, termasuk di pusat kota Kaechon, telah meninggal karena kelaparan dan penyakit selama dua tahun terakhir, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya.
Surat kabar Dong-a Ilbo juga melaporkan pekan lalu bahwa Korea Utara telah mengurangi jatah makanan harian untuk tentaranya untuk pertama kalinya sejak tahun 2000. Surat kabar itu mengutip seorang pejabat senior Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya
Sumber: https://dunia.tempo.co/read/1694635/terancam-kelaparan-akibat-krisis-pangan-korea-utara-ogah-terima-bantuan