Jakarta, CNBC Indonesia – Perang Rusia Ukraina membuat ancaman krisis pangan semakin nyata. Tingginya permintaan, gangguan logistik, serta terdistrupsinya pasokan membuat sejumlah negara memilih mengamankan pasokan pangannya sendiri dan melarang ekspor.
Lebih dari dua bulan berlalu, perang Rusia-Ukraina belum juga menunjukkan tanda-tanda eskalasi serangan menurun. Wajar saja, konflik militer antara kedua negara pun menimbulkan efek yang luas salah satunya dampak pada pasokan kebutuhan pangan global.
Gangguan yang disebabkan oleh konflik terhadap ekspor makanan oleh Rusia dan Ukraina mengekspos pasar makanan global untuk meningkatkan risiko ketersediaan yang lebih ketat, permintaan impor yang tidak terpenuhi dan harga pangan internasional yang lebih tinggi.
Rusia dan Ukraina bersama-sama menyumbang sekitar 29% dari ekspor gandum global, serta 19% dari ekspor jagung. Rusia dan Ukraina juga menyediakan 80% ekspor minyak bunga matahari dunia, yang bersaing dengan minyak kedelai.
Petani Ukraina terpaksa mengabaikan ladang mereka karena jutaan orang harus melarikan diri, atau mencoba melawan dan mempertahankan hidup. Pelabuhan-pelabuhan yang biasanya mengirim gandum dan makanan pokok ke ke seluruh dunia berhenti beroperasi. Terutama suplai produk gandum yang menjadi bahan pokok untuk membuat roti, mi, dan pakan ternak terganggu.
Harga pangan global diketahui telah melonjak pasca perang terjadi. Bukan tanpa alasan, Ukraina mapun Rusia merupakan produsen utama komoditas pangan seperti gandum, jagung, dan juga biji bunga matahari.
Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), indeks harga pangan dunia telah berada di level 159,3 pada Maret 2022. Angka tersebut merupakan level tertingginya sejak 1990.
Sumber: cnbcindonesia.com