Prospek Ketahanan Pangan Nasional Pascapandemi Melalui Ekonomi Sirkular

Sudah hampir 2 tahun pandemi COVID-19 menyerang dunia dan keberadaannya telah memberikan implikasi yang signifikan bagi tatanan sosial, politik, kesehatan, hingga ekonomi global. Ekonomi global yang mengharuskan adanya interaksi multiaktor nyatanya harus terdisrupsi, bahkan dalam beberapa kasus harus terhenti. Pandemi COVID-19 ini juga mampu memperjelas beragam kekurangan dari model ekonomi global yang cenderung linear. Model yang seperti ini menekankan pada gaya produksi, distribusi, dan konsumsi yang “take-make-waste”. Artinya, model linear ini percaya bahwa sumber daya yang tersedia sangat melimpah dan mudah untuk digantikan serta diasumsikan bahwa terdapat tempat yang mampu menampung sumber daya yang tidak lagi dibutuhkan (Akenji & Bengtsson, 2019).
Pandemi COVID-19 membuat model linear makin tidak relevan karena adanya keterbatasan interaksi yang mengakibatkan sulitnya para pelaku ekonomi untuk mengakses sumber daya alam dan tempat pembuangan sisa-sisanya. Dosen Universitas Deakin, Mayuri Wijayasundara, mengemukakan bahwa COVID-19 justru memaksa kita untuk menggunakan model alternatif yang berkebalikan dari sebelumnya. Dalam hal ini, ekonomi pascapandemi tidak diproyeksikan untuk kembali ke kondisi sebelum pandemi, tetapi justru melangkah ke depan untuk menemukan solusi baru. Solusi ini mengarah pada model ekonomi sirkular. Sebagai model yang berkebalikan dengan ekonomi linear, model sirkular sangat memelihara nilai (value) dari sumber daya dengan menghindari pemborosan dalam setiap praktiknya. Oleh karena itu, model ini kerap disebut dengan ‘value circle’. Model value circle menekankan pada perputaran nilai dari suatu sumber daya alam. Dengan menggunakan model sirkular, secara sederhana kita akan menemui berbagai praktik 3R (reuse, reduce, recycle) sebagai upaya untuk mencapai zero waste (nirpemborosan).
Dalam konteks pascapandemi, banyak peneliti memprediksi bahwa situasi pascapandemi dapat menjadi kesempatan bagi tumbuhnya praktik-praktik ekonomi sirkular. Prediksi ini didasarkan pada kesadaran masyarakat internasional mengenai pentingnya lokalitas. Pada situasi pandemi para pelaku ekonomi diharuskan untuk beradaptasi dengan ketersediaan sumber daya alam yang terbatas, baik dari segi jumlah dan asalnya. Hal ini disebabkan karena terdapat berbagai macam restriksi—seperti pembatasan ekspor-impor dan penetrasi pasar asing—yang mana semuanya mengarah pada tren deglobalisasi. Keterbatasan akibat tren deglobalisasi ini memunculkan adanya prioritas-prioritas pemerintah dalam menentukan barang dan jasa mana yang lebih penting untuk diproduksi dalam situasi krisis. Model ekonomi sirkular kemudian menjadi relevan karena munculnya prioritas-prioritas ini juga berimplikasi pada pengurangan pemborosan sumber daya dan pembuangan limbah yang berlebihan. Sehingga tidak mengherankan apabila ekonomi sirkular menjadi model yang dipilih oleh banyak negara untuk keluar dari krisis akibat pandemi.
Termasuk di Indonesia, pemerintah mendukung praktik ekonomi sirkular di berbagai macam sektor kehidupan. Salah satu yang memiliki prospek cerah ada di bidang ketahanan pangan. Prospek cerah ini berkaitan dengan bagaimana tingginya kebutuhan pangan nasional yang dibarengi dengan tuntutan praktik yang berkelanjutan. Di sektor ketahanan pangan, kondisi pertanian nasional menjadi penentu tercukupinya kebutuhan pangan masyarakat. Produksi yang efisien diperlukan tidak hanya untuk mencapai ketercukupan, tetapi juga keberlanjutan lingkungan. Langkah pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan dalam negeri telah diinisiasi oleh KADIN (Kamar Dagang dan Industri) melalui skema yang bernama inclusive close loop. Skema ini menghubungkan petani lokal, pemerintah, lembaga keuangan, dan ritel. Tujuannya adalah supaya produksi pangan mampu dilakukan secara sinergis dan efisien dari hulu ke hilir. Dari segi lingkungan, skema yang telah digagas sejak tahun 2020 ini juga sangat relevan dengan prinsip ekonomi sirkular. Salah satu keuntungan penggunaan skema inclusive close loop adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena mengusung good agricultural practice (KADIN, 2020).
Skema-skema praktik pertanian yang diturunkan dari model ekonomi sirkular seperti inclusive close loop ini mampu menjadi peluang yang strategis bagi terwujudnya ketahanan pangan. Terlebih ketika situasi pascapandemi menuntut ketercukupan pangan nasional, maka model ekonomi sirkular yang produktif dan berkelanjutan sangat krusial untuk diimplementasikan. Produktif dalam artian mampu memenuhi kebutuhan nasional di tengah tren deglobalisasi; serta berkelanjutan dalam kaitannya dengan minimalisasi pemborosan sumber daya dan pembuangan limbah.