Peran WTO dalam Kebijakan Impor Beras dan Ketahanan Pangan Indonesia

Perdagangan internasional adalah salah satu strategi yang kerap sekali digunakan oleh berbagai negara di dunia. Konsep dari perdagangan internasional sendiri mengarah pada proses transaksi jual beli yang bebas dan tidak terhalang oleh waktu dan jarak yang dimiliki.

Dengan perdagangan internasional, setiap negara dapat menjual dan membeli berbagai macam jenis barang dari satu negara ke negara lainnya dengan bebas. Adanya perdagangan internasional ini adalah bukti dari berkembangnya era globalisasi di seluruh penjuru dunia.

WTO (World Trade Organization) yang dahulu bernama General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) merupakan sarana atau organisasi yang bertanggung jawab dalam menangani jalur dan aturan dalam perdagangan internasional. Sehingga, setiap proses perdagangan yang terjadi dapat berjalan lancar dan terhindar dari segala macam konflik yang berpotensi timbul di antar negara.

Perdagangan internasional ini sendiri juga digunakan oleh Indonesia sebagai salah satu strategi dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, khususnya akan kebutuhan primer yaitu beras. Berdasarkan The Ranks of Global Food Security Index (GFSI) of ASEAN and Partners menampilkan hasil peringkat Indonesia di bidang keterjangkauan pangan berada pada peringkat ke-74.

Hasil ini bahkan lebih rendah dibandingkan negara Singapura, Malaysia, dan Thailand. Hal ini terbukti bahwa hingga tahun 2019, Indonesia kerap sekali melakukan impor beras dalam rangka untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia dan sebagai pelengkap akibat permintaan yang semakin meningkat di pasar domestik.

Hal ini ditegaskan oleh Tulus Tambunan di dalam hasil penelitiannya mengatakan bahwa salah satu penyebab dilakukannya kegiatan impor pangan adalah akibat terbatasnya jumlah bahan produksi sedangkan permintaan di dalam pasar domestik sangat tinggi.

ini juga tertera pada ketentuan perundang-undangan UU Pangan No. 18 Tahun 2012, yang mengatakan bahwa kebijakan impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi.

Namun, dengan melakukan impor, Indonesia dapat menghasilkan untung yang lebih besar, dengan asumsi bahwa harga ekspor di pasar internasional lebih tinggi daripada harga impor yang harus dibayar.

Bahkan pada realitanya, negara yang ketergantungan impornya relatif tinggi, seperti Singapura dan Malaysia memiliki indeks ketahanan pangan nasional yang lebih tinggi. Situasi ini menyiratkan bahwa ketahanan pangan yang lebih tinggi dapat dicapai jika kebutuhan pangan mudah didapat dan terjangkau oleh masyarakat dan tidak harus diproduksi sendiri di dalam negeri.