Laut Merah makin panas, apakah ini pertanda buruk bagi perkembangan Ekonomi Global? Konflik di Laut Merah dan resiko keamanan di Terusan Suez serta krisis di Terusan Panama apakah bakal berdampak pada perdagangan global serta menimbulkan inflasi? Itu salah satu pertanyaan yang harus diwaspadai sehingga target pertumbuhan dan pengendalian inflasi khususnya Indonesia bisa terkendali.
Konflik Israel-Palestina menunjukkan tren perburukan dan makin melebar, melibatkan aktor geopolitik lain, termasuk Blok Barat dan Aksi-aksi Iran memicu situasi panas di kawasan teluk. Memasuki minggu kedua Januari 2024, AS dan Inggris didukung beberapa negara sekutunya di Timur Tengah melakukan langkah dramatis dengan menggempur secara total sejumlah titik di Yaman terhadap aktivitas milisi Houthi. Jet tempur dan kapal perang serta rudal jarak jauh balistik Tomahawk disertakan dalam serangan itu.
Secara singkat memanasnya tensi di Timur Tengah seiring dengan krisis yang bertautan. Israel saat ini sedang bertikai dengan Hamas di Gaza Palestina, saat bersamaan Israel berbalas serangan dengan kelompok Hizbullah di Lebanon yang didukung Iran. Sementara kelompok yang didukung Irak dan Suriah menyerang pasukan AS, adapun AS dan Inggris menggempur kelompok Houthi di Yaman yang didukung Iran.
Iran makin menjadi-jadi, dengan menembakkan rudal dan drone ke wilayah Pakistan yang beberapa hari sebelumnya Iran memuntahkan rudalnya menyerang Irak dan Suriah. Kendati begitu, Teheran memberi sinyal bahwa serangan terhadap Suriah dan Pakistan tidak ada hubungannya dengan Israel, mereka hanya menggempur kelompok teror anti-Iran.
Serangan ilegal ini membuat Pakistan dan Irak menarik duta besarnya dari Iran sebagai balasan atas serangan yang menewaskan sejumlah warga sipil. Serangan Iran ini diluncurkan di tengah kekhawatiran dunia atas potensi meluasnya konflik Timur Tengah imbas perang Israel-Hamas Palestina.
Belum selesai krisis perang Rusia-Ukraina dan memburuknya situasi Timur Tengah di awal tahun ini bisa menjadi pertanda buruk bagi situasi perekonomian global ke depan. Apalagi pasukan Houthi mulai mengganggu pelayaran Laut Merah yang tentunya mengganggu pergerakan barang global melalui jalur perdagangan utama tersebut.
Bank Dunia merilis, krisis Timur Tengah serta perang di Ukraina telah menciptakan bahaya yang nyata. Eskalasi konflik dapat menyebabkan melonjaknya harga energi, dengan implikasi yang lebih luas terhadap aktivitas global dan inflasi.
Dalam situasi konflik yang semakin meningkat, pasokan energi juga dapat terganggu secara signifikan, sehingga menyebabkan lonjakan harga energi. Hal ini akan berdampak signifikan terhadap harga komoditas lain serta meningkatkan ketidakpastian geopolitik dan ekonomi, yang pada gilirannya dapat mengurangi investasi dan semakin melemahkan pertumbuhan.
Jika ekskalasi ketegangan di kawasan Laut Merah terus berlanjut hingga kuartal pertama 2024, maka perdagangan internasional dipastikan bakal terganggu. Pergerakan harga energi didorong oleh tensi geopolitik yang kini belum mereda. Saat ini berbagai kapal barang tak ingin ambil risiko dengan menghindari Terusan suez di Mesir yang mengalir ke Laut Merah. Mereka justru mengarahkan kapal semakin jauh ke arah selatan melalui Tanjung Harapan Baik (Cape of Good Hope) di Afrika Selatan yang jarak tempuhnya makin jauh.
Litbang Kompas mencatat, selama ini kapal yang melewati jalur Terusan Suez dari Eropa Barat ke Taiwan atau Tiongkok hanya perlu menempuh sekitar 18.500 kilometer. Namun, perubahan jalur melalui Tanjung Harapan Baik, maka harus menempuh jarak lebih dari 25.000 kilometer.
Celakanya, kondisi di Laut Merah berbarengan dengan gangguan yang terjadi di Kanal Panama. Terusan Panama sebagai jalur perdagangan utama kawasan Amerika dan Eropa serta sebagian dari perdagangan Amerika dan Asia terganggu akibat sumber air yang tidak normal. Situasi di Terusan Panama terganggu akibat kekeringan panjang dampak dari El Nino. Saat ini terusan Panama menggunakan sistem buka tutup untuk mengalirkan air dari Danau Gatun ke Samudra Pasifik dan Atlantik. Untuk bisa menyeberangkan satu kapal, dibutuhkan sekitar 200 juta liter air yang dialirkan. Situasi diperkirakan masih belum bisa terkendali selama persoalan cuaca sebagai akar permasalahan masih belum terselesaikan. Diprediksi, kondisi di Danau Gatun dan Terusan Panama belum normal hingga musim kemarau usai sekitar Mei 2024 mendatang.
PICU INFLASI
Berbagai kondisi di atas berpotensi memicu kenaikan harga energi dan pangan yang kemudian berdampak pada angka inflasi global. Inflasi adalah suatu keadaan dimana tingkat harga secara umum (price level) cenderung naik. Kenaikan harga barang dan jasa umum secara terus-menerus (tidak hanya untuk satu jenis barang, dan bukan hanya sesaat). Inflasi terjadi salah satunya disebabkan oleh kenaikan biaya produksi termasuk kenaikan harga bahan bakar minyak.
Kenaikan harga BBM ini akan berakibat pada berbagai kebijakan pemerintah. Inflasi komponen harga yang diatur oleh pemerintah (administered prices) terutama Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dan sejenisnya.
Inflasi yang rendah dan stabil adalah prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Sebaliknya, jika inflasi tinggi berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Secara empiris, menunjukkan bila inflasi tinggi akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi. Secara langsung akan menurunkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan riil masyarakat terus menurun sehingga standar hidup masyarakat ikut turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama kalangan bawah, bertambah susah. Demikian juga bagi pelaku ekonomi mengalami situasi ketidakpastian (uncertainty).
PERLU WASPADA
Pemerintah Indonesia perlu waspada dan memantau terus situasi di Laut Merah dan mengantisipasi jika situasi memburuk, meskipun ekspor Indonesia lebih banyak ke Asia Timur, China, Jepang, dan Korea Selatan. Pencapaian pengendalian inflasi memerlukan kerja sama dan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Untuk mengatasi inflasi bisa melalui Kebijakan Fiskal berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran dari anggaran pemerintah.
Kebijakan Moneter, bisa dilakukan dengan menambah ataupun mengurangi jumlah uang yang beredar. Misalnya dengan melakukan kebijakan operasi pasar terbuka. Presiden Joko Widodo menyampaikan perlunya langkah antisipatif untuk menangani inflasi diantaranya, mengaktifkan Tim pengendalian inflasi daerah atau TPID dan Satgas pangan di daerah termasuk BBM subsidi harus tepat sasaran.
Penghematan energi dan Kerja sama Antar Daerah (KAD) yang meliputi seluruh komoditas. Intensifkan jaringan pengaman sosial seperti anggaran Bansos, anggaran Desa, realokasi Dana Alokasi Umum (DAU).
Sedangkan bagi masyarakat, untuk mengatasi inflasi ini dapat menerapkan berupa penghematan uang dengan mengatur kembali pengeluaran, pisahkan mana yang keinginan dan kebutuhan. Pempersiapkan dana darurat sebagai bentuk antisipasi sebelum benar-benar terjadi resesi. Mulailah belajar mencari penghasilan tambahan yang legal. Rubah pola konsumsi dengan pilihan produk dalam negeri serta berinvestasi termasuk menabung logam mulia ataupun deposito. (***)
Sumber: https://tintainformasi.com/2024/01/22/krisis-laut-merah-ancam-harga-minyak-picu-inflasi-global/