Demi Palestina, Indonesia “Perlu” Menormalisasi Hubungan dengan Israel

The Jerusalem Post Selasa lalu (11/1/2022) melansir kabar menghebohkan. Bahwa terus berjalan upaya di balik layar untuk menormalisasi hubungan diplomatik Indonesia-Israel.

Dilansir VOA, Senin (17/1/2022), Surat Kabar Israel The Jerusalem Post itu melaporkan upaya itu berlangsung lewat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang mengangkat urgensi isu ketahanan pangan atau sektor pertanian.

Berita itu muncul setelah pertengahan bulan lalu terkuak kabar bahwa Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken menyampaikan isu normalisasi Indonesia-Israel dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Jakarta.

Hingga kabar ini dilansir, Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Prabowo, belum bisa dimintai komentarnya. Pesan dan panggilan telepon VOA tidak dijawab.

Sementara pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai isu normalisasi dengan Israel ini merupakan upaya Indonesia untuk mendekatkan diri dengan Amerika dalam menghadapi China di Laut Cina Selatan.

Hanya saja, lanjutnya, masih ada dua tanda tanya, apakah Indonesia masih memerlukan Amerika dalam menghadapi ancaman dari China. Juga, apakah ancaman China itu memang nyata dan mengharuskan Indonesia untuk dekat dengan Amerika.

“Salah satu upaya untuk mendekatkan diri dengan Amerika adalah punya kedekatan dengan Israel sehingga normalisasi itu menjadi salah satu usulan dari beberapa pihak. Saya kira berkaitan dengan pentingnya Indonesia itu untuk melakukan normalisasi itu,” kata Yon.

Dari sisi ketahanan pangan, Yon mempertanyakan sejauh mana keberhasilan Israel dalam menyelesaikan tantangan ketahanan pangan ke depan.

Kemerdekaan Palestina

Menurut Yon, berdasarakan pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri, normalisasi hubungan dengan Israel belum menjadi kebutuhan Indonesia. Indonesia selalu menjadikan masalah Palestina – yang belum merdeka dan berdaulat – sebagai pertimbangan untuk tidak mengakui eksistensi Negara Bintang Daud tersebut.

Menurutnya pemerintah dapat menormalisasi hubungan dengan Israel jika mampu mewujudkan negara Palestina merdeka dan berdaulat sebagaimana amanat konstitusi. Kalau belum ada kepastian tentang isu tersebut maka butuh waktu lebih lama untuk menyamakan persepsi mengenai normalisasi.

Menurutnya, pendekatan dengan Amerika tidak bisa dijadikan satu paket dengan isu normalisasi dengan Israel karena prosesnya berbeda.

“Kalau memang pemerintah ingin menormalisasi hubungan dengan Israel harus disampaikan kepada masyarakat alasan kepentingannya. Biar publik yang menilai. Bila dilakukan dan diputuskan secara rahasia maka akan berdampak panjang,” ujarnya.

Di samping itu, agenda solusi dua negara harus dimasukkan dalam upaya normalisasi. Sebab hal ini bukan sekadar relasi Indonesia-Israel, isu Palestina sangat istimewa di kalangan masyarakat Indonesia.

Dia memperkirakan kalau agenda solusi dua negara dimasukkan maka akan lebih banyak masyarakat menerima upaya normalisasi hubungan dengan Israel.

Pertimbangkan Semua Kepentingan

Hal senada disampaikan pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadajaran Teuku Rezasyah, yang melihat soal upaya normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel ini dari kacamata konstitusi dan kepentingan nasional, atau front dalam negeri dan front luar negeri.

“Kepentingan nasional Indonesia, kita melihat kalau kita ingin menjadi penengah yang adil dalam krisis internasional, maka kita bukan hanya harus kenal Palestina tapi juga harus kenal Israel. Karena dengan begitu, kredibilitas kita akan diakui oleh kedua belah pihak. Tentu Israel selama ini merasa ide-ide Indonesia itu tidak adil,” ujar Rezasyah.

Hanya saja, Rezasyah mengakui hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel tidak bisa langsung terjadi, harus diawali dengan pendekatan-pendekatan.

Terkait relasi dengan Israel lanjutnya, pemerintah bisa belajar dari pengalaman relasi dengan Taiwan, dimana hubungan antara rakyat kedua bisa berjalan baik, meningkat dan berkelanjutan meski tidak ada hubungan diplomatik.

Abraham Accords

Isu normalisasi hubungan Indonesia dengan Israel ini sudah terkuak akhir 2020 setelah Uni Emirat Arab bersama Bahrain, Maroko dan Sudan sepakat membina hubungan diplomatik dengan Israel.

Salah satu tim normalisasi di era pemerintahan Donald Trump ketika itu, Adam Boehler, mengakui kalau saja periode Trump masih 2-3 bulan lagi, Indonesia akan masuk dalam gerbong normalisasi dengan Israel.

Sejauh ini sudah sepuluh negara berpenduduk mayoritas Muslim yang menjalin hubungan resmi dengan Israel. Turki menjadi negara pertama pada 1949. Disusul Mesir (1979), Albania (1991), Azerbaijan (1992), Yordania (1994) UEA, Bahrain, Maroko, dan Sudan (2020), serta Kosovo (2021). [ros]

Sumber: moeslimchoice.com