CIPS: Perdagangan pangan internasional harus berjalan cegah krisis

Jakarta (ANTARA) – Lembaga penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menekankan bahwa perdagangan pangan internasional harus tetap berjalan guna mencegah kenaikan harga pangan dunia dan juga mencegah krisis pangan.

“Kami menyayangkan langkah India dalam menghentikan ekspor gandumnya karena hal itu akan berdampak pada kestabilan harga gandum dunia dan negara-negara importir,” kata peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Dia menambahkan kebijakan perdagangan idealnya perlu semakin terbuka dan tidak proteksionis terutama dalam menyikapi dampak pandemi. Semua negara perlu terhubung dalam hal perdagangan pangan. Hal ini bisa memperkecil terjadinya krisis pangan, yang mungkin saja sudah dimulai dengan adanya perubahan iklim.

Krisna menyebut langkah Indonesia menghentikan ekspor crude palm oil (CPO) dan langkah India menghentikan ekspor gandum kontraproduktif terhadap tujuan pencegahan krisis pangan. Ditambah lagi jika hal tersebut menginspirasi negara lain untuk melakukan pembatasan ekspor serupa.

Menurut Krisna, tindakan kedua negara memang terlihat sama namun ada perbedaannya. Bagi India, gandum bukan sumber devisa negara. Sementara Indonesia cukup bergantung dengan CPO sebagai sumber devisanya, yang pada akhirnya dipakai juga untuk mengimpor komoditas pangan.

“Apalagi di tengah kenaikan harga pangan seperti ini. Lebih jauh lagi, jika negara-negara lain mengikuti langkah Indonesia dan India, maka semua akan kekurangan pangan, termasuk Indonesia sendiri yang masih membutuhkan impor untuk sejumlah komoditas pangan,” katanya.

Krisna mengungkapkan bahwa negara-negara di dunia harus menunjukkan komitmen dan keseriusannya dalam mentaati perjanjian dagang internasional. Kebijakan perdagangan yang dibuat idealnya harus bersifat jangka panjang dan tidak merugikan semua pihak.

Dia menyayangkan kebijakan yang diambil India dalam melarang ekspor gandum, karena walau sekecil apapun pangsa pasarnya, jumlah pasokan yang berkurang akan berdampak pada harga.

Data BPS 2021 menunjukkan Australia masih menjadi sumber utama impor gandum Indonesia, diikuti oleh Ukraina, Kanada, Argentina dan Amerika Serikat. Menurut Krisna, seharusnya harga gandum di Indonesia tidak terdampak pelarangan ekspor gandum India. Harga gandum di Indonesia justru sangat mungkin masih terkena dampak dari perang Rusia dan Ukraina.

Krisna berpendapat bahwa pemerintah perlu melihat negara-negara asal impor non-tradisional yang mungkin selama ini belum dijajaki peluang kerjasamanya dan memanfaatkan perjanjian perdagangan internasional, baik bilateral, multilateral dan kawasan untuk memastikan ketersediaan pangan di Tanah Air.

CIPS merekomendasikan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk merespons berbagai tantangan dalam penyediaan pangan. Pertama, pemerintah perlu melibatkan semua pemangku kepentingan dalam sektor pertanian untuk membentuk ekosistem riset untuk merumuskan kebijakan yang dapat mengakomodir tercapainya ketahanan pangan dengan mempertimbangkan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Ekosistem ini diharapkan bisa memunculkan kebijakan yang tepat sasaran, efisien dan responsif terhadap perubahan. Selain itu, pemerintah perlu berkomitmen pada sejumlah perjanjian kerjasama dan perdagangan. Pemerintah sebaiknya tidak membuat kebijakan yang reaktif, kebijakan jangka pendek, untuk merespons situasi tertentu. Hal ini diperlukan supaya ada kontinuitas dalam perdagangan, industri dan konsumsi, yang jelas akan sangat mendukung upaya pemulihan ekonomi.

Kestabilan harga pangan di pasar juga harus diusahakan lewat regulasi impor pangan yang responsif dan kebijakan pertanian yang fokus pada intensifikasi lahan dan peningkatan produktivitas.

“Pemerintah juga perlu memusatkan perhatian pada perdagangan energi dan fenomena perubahan iklim. Energi membuat pupuk mahal. Sementara perubahan iklim membuat kinerja sektor pertanian jatuh. Keduanya penting apapun komoditas pangannya, karena semua komoditas pangan membutuhkan pupuk. Karena itu dua isu ini harus selalu jadi perhatian pemerintah,” kata Krisna.

Sumber: antaranews.com