Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional melalui Corporate Farming

Menurut data Badan Pusat Statistika (BPS) pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2022 yang diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK) 2010, diperoleh hasil bahwa sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif 1,52% pada kuartal I 2022 jika dibandingkan dengan kuartal I pada tahun sebelumnya (yoy/year on year). Melihat data BPS dan kondisi terkini bangsa Indonesia di tengah pandemi Covid-19, sektor pertanian tentunya memiliki kontribusi besar dalam memperkuat perekonomian dan sistem ketahanan pangan nasional. Maka dari itu, diperlukan suatu formula yang tepat untuk menciptakan kestabilan pertumbuhan sektor pertanian.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 259/Kpts/RC.020/M/05/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2020-2024 pada BAB III Bagian ke-2 tentang Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian, dijelaskan bahwa pemerintah melakukan berbagai strategi untuk menjaga ketahanan pangan nasional, salah satunya adalah meningkatkan ketersediaan pangan strategis nasional melalui langkah operasional pemberdayaan usaha pangan skala kecil (Corporate Farming). Sistem corporate farming adalah salah satu formula yang dapat diterapkan untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam sektor pertanian. Sistem ini diharapkan dapat menciptakan kestabilan pertumbuhan sektor pertanian dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi dan mencapai ketahanan pangan nasional. Selain itu, melalui optimalisasi penerapan corporate farming juga diharapkan dapat membantu para petani dalam melakukan penataan lahan pertanian, membentuk pertanian berbasis industri yang teorganisir, mempermudah dalam pengelolaan sumber daya dan modal usaha, meningkatkan pemahaman petani tentang perkembangan pengetahuan dan teknologi dalam pertanian, serta meningkatkan partisipasi para petani dalam menentukan dan mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh badan legislatif maupun eksekutif. Selain itu, corporate farming ini merupakan salah satu inisiasi dari Bank Indonesia (BI) dalam rangka memperkuat kapasitas pengelolaan dan kelembagaan petani sehingga berbagai masalah pertanian seperti permasalahan produksi, distribusi, dan keterjangkauan harga dapat diatasi. Melalui corporate farming juga diharapkan dapat terus menjaga dan meningkatkan tren positif sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Tujuan Corporate Farming
Corporate farming pada dasarnya bertujuan untuk membentuk sebuah usaha pertanian berbasis agribisnis melalui perjanjian kerja sama pengelolaan lahan pertanian sehamparan oleh sekelompok petani. Selain itu, penerapan corporate farming juga ditujukan untuk menciptakan pengelolaan lahan pertanian profesional dengan sistem manajemen yang terstruktur secara baik dan optimal. Adapun tujuan jangka panjang penerapan corporate farming adalah pemerintah ingin meningkatkan ketahanan pangan nasional melalui optimalisasi produksi beras dan peningkatan kesejahteraan para petani padi dengan membentuk suatu usaha tani yang mandiri, berdaya saing, dan berkesinambungan melalui pengelolaan lahan secara korporasi. Pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan pertanian korporasi ini adalah pembangunan pedesaan yang berbasis kepada pemanfaatan sumber daya serta kelembagaan secara maksimal dan berkelanjutan.
Corporate farming merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam sektor pertanian Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang. Melalui corporate farming, para petani akan melakukan pengelolaan pertanian dengan cara yang lebih modern sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian. Selain itu, sistem kelembagaan dalam pertanian ini juga penting dalam mengatasi permasalahan distribusi hasil pertanian. Dengan adanya sistem manajemen yang baik, jalur distribusi akan terbuka lebar dan pemasaran produk menjadi lebih luas. Corporate farming juga sangat penting dalam membantu mengatasi keterjangkauan harga akibat terbatasnya akses pembiayaan. Sehingga, pembiayaan formal dalam pertanian akan mudah dijalani dan petani tidak akan kesulitan dalam hal penetapan harga jual.
Langkah-langkah Strategis Penerapan Corporate Farming dalam Pertanian Indonesia
Pendekatan yang digunakan dalam program kelembagaan petani ini adalah penyelenggaraan kebijakan publik pada sektor pertanian dengan efektif. Maka, dalam pelaksanaannya, seluruh stakeholder di dalam korporasi akan memiliki peran yang efektif dengan dilindungi suatu sistem yang insentif.
Corporate farming diterapkan dengan cara menggabungkan konsep rekayasa sosial, rekayasa ekonomi, rekayasa teknologi, dan rekayasa nilai tambah. Rekayasa sosial dilaksanakan dengan cara mencari tahu secara empiris dan melaksanakan studi kasus mengenai kondisi masyarakat dan kondisi pertanian di pedesaan atau tempat sasaran penerapan kebijakan. Sedangkan, rekayasa ekonomi dilakukan dengan mengembangkan akses permodalan/pembiayaan untuk pelaksanaan pertanian dan akses pasar. Kemudian, untuk rekayasa teknologi dilakukan dengan pengadaan berbagai teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh para petani. Terakhir, untuk rekayasa nilai tambah, dapat dilakukan dengan mengembangkan usaha off-farm (produk sekunder) dari on-farm (produk primer). Semua bentuk rekayasa ini memiliki hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain sehingga dalam pelaksanaannya akan melibatkan berbagai pihak yang diwadahi dalam satu kemitraan.
Adapun pihak-pihak yang secara nyata terlibat dalam corporate farming adalah petani, pemerintah, swasta, dan mahasiswa. Pemerintah selaku pembuat kebijakan, swasta selaku investor, dan mahasiswa selaku penyuluh akan bekerja sama dan membentuk suatu manajemen dalam corporate farming yang dikelola oleh para petani berdasarkan hasil musyawarah antara petani, mahasiswa, pemerintah, dan swasta. Sekelompok petani yang sudah bergabung dalam pertanian korporasi harus terlibat aktif dalam mengelola on-farm (produk primer) dan off-farm (produk sekunder) dengan menggunakan aset-aset yang tersedia, seperti lahan pertanian dan teknologi. Peran pemerintah dalam hal ini adalah sebagai fasilitator sekaligus katalisator dalam rangka perencanaan, penyusunan strategi usaha, pengenalan teknologi, pengadaan modal, saprodi serta fasilitator dalam proses pemasaran hasil produksi. Selanjutnya, pihak swasta memiliki peran sebagai investor atau penanam modal. Pihak swasta akan menyediakan sarana-sarana produksi untuk usaha tani, seperti benih, obat-obatan, dan pupuk. Pihak swasta memiliki peran sebagai penampung produksi atau badan penyanggah produk pertanian sekunder dan mitra pemasaran. Kemudian, untuk mahasiswa, dapat mengambil peran sebagai penyuluh pertanian pedesaan yang nantinya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang cara mengelola lahan dengan baik menggunakan teknologi yang tersedia, menjelaskan cara pengelolaan produk primer menjadi produk sekunder yang memiliki nilai tambah, memberikan pemahaman tentang cara pemasaran produk, menjelaskan strategi-strategi pemerintah dalam pengelolaan lahan (misalnya dengan corporate farming), serta bertindak sebagai penghubung antara petani dengan swasta dan pemerintah. Peran mahasiswa ini umumnya dapat dilaksanakan ketika Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang ditugaskan oleh institusi atau perguruan tinggi terkait.
Dalam skema corporate farming, BUMN yang terlibat harus mengoptimalkan perannya sesuai core business masing-masing. Contoh pelaksanaannya adalah untuk PT Pupuk Kujang berperan dalam pemupukan berimbang, PT Sang Hyang Seri berperan dalam penyediaan lahan dan pemilihan benih, PT Pertani berperan dalam pengolahan benih dan penyerapan gabah, serta PT Rajawali Nusantara Indonesia berperan dalam proses pendistribusian dan pemasaran produk.
Sumber: https://kumparan.com/sanjani-dewi/meningkatkan-ketahanan-pangan-nasional-melalui-corporate-farming-1yYES0AECin