Harga Beras RI Dinilai Lebih Mahal dari Tarif Internasional

Merdeka.com – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mencatat, harga beras Indonesia konsisten lebih mahal dari harga beras internasional. Saat ini hanya terdapat fluktuasi tipis pada harga beras Indonesia secara month-to-month dan tidak memengaruhi harga beras secara signifikan. Walaupun begitu, harga beras dapat dibuat lebih terjangkau melalui mekanisme produksi dan distribusi beras yang efisien.

Saat ini, produktivitas beras dalam negeri tidak cukup tinggi untuk menjaga kestabilan harga. Produktivitas beras musiman fluktuatif sejak 2013, mencapai rata-rata hanya 5,19 ton/ha per tahun. Ketidakselarasan antara masa panen dan masa-masa puncak permintaan akan beras seringkali juga menimbulkan kenaikan harga komoditas yang satu ini.

“Rantai pasok yang panjang dan infrastruktur yang tidak memadai untuk menjangkau jarak kepulauan Indonesia yang luas turut berkontribusi dalam menyebabkan harga beras yang tinggi melalui biaya logistik yang mahal,” jelas Peneliti CIPS Aditya Alta, Jakarta, ditulis Kamis (4/11).

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) menunjukkan harga beras pada November tahun lalu masih lebih tinggi dibandingkan November ini, masing-masing Rp 11.650 per kilogram dan Rp 11.450 per kilogram. Sementara itu, data Food Monitor milik CIPS menunjukkan harga beras internasional (FOB Bangkok) berada di Rp 6.782 per kilogram pada November 2020 dan turun menjadi Rp 5.609 per kilogram pada bulan terbaru (Oktober 2021).

Menurut PIHPS, harga beras Indonesia di tingkat produsen bahkan sudah lebih mahal daripada harga beras internasional, yaitu Rp 8.950 per kilogram pada November 2020 dan Rp 8.600 per kilogram pada November 2021.

“Memang ada penurunan pada harga beras di Indonesia tetapi tidak signifikan dan tetap lebih mahal dari harga internasional. Harga beras internasional sendiri cenderung mengalami penurunan sejak akhir tahun 2020,” jelas Aditya.

Saat ini, produktivitas beras dalam negeri tidak cukup tinggi untuk menjaga harga stabil dalam menghadapi permintaan Indonesia yang terus meningkat. Produktivitas beras musiman fluktuatif sejak 2013, mencapai rata-rata hanya 5,19 ton per ha per tahun.

“Sementara pemerintah mengklaim bahwa hasil beras dalam negeri telah meningkat setiap tahun dan seringkali menghasilkan surplus beras domestik, impor beras terus dilakukan,” katanya.

Aditya menambahkan, relaksasi hambatan perdagangan beras perlu dilakukan untuk memenuhi konsumsi beras nasional yang terus meningkat. Terlepas dari klaim bahwa pasokan beras Indonesia berlimpah dan dapat diakses dengan harga terjangkau, masyarakat Indonesia masih berjuang dengan harga beras yang tinggi.

“Mengurangi hambatan perdagangan akan menjadi salah satu solusi untuk menurunkan harga di saat kebutuhan dalam negeri tidak mencukupi, karena beras dari luar negeri lebih murah dan membuka kompetisi antar importir,” jelas Aditya.

Tingginya harga beras salah satunya diperburuk oleh tarif impor sebesar Rp 450 per kilogram untuk semua jenis beras dan pembatasan kuantitatif bagi beras. Selanjutnya, Undang-Undang Pangan Nomor 18 tahun 2012 memprioritaskan pengembangan produksi tanaman pangan domestik dan memuat larangan impor jika produksi dalam negeri cukup untuk memenuhi permintaan.

Impor beras juga dihadapkan pada proses yang panjang. Impor beras hanya dapat dilakukan setelah kesepakatan dicapai dalam rapat koordinasi antara beberapa kementerian. Perbedaan kepentingan masing-masing kementerian dan dilema perbedaan data pangan antarinstansi sering menghambat turunnya keputusan impor yang responsif.

“Indonesia adalah salah satu konsumen beras terbesar di dunia dengan konsumsi beras nasional per kapita pada 2017 sebesar 97,6 kilogram dan diperkirakan meningkat 1,5 persen per tahun menjadi 99,08 kilogram per kapita pada tahun 2025. Peningkatan ini terjadi seiring dengan laju pertambahan penduduk. Jumlah penduduk Indonesia tercatat 264 juta orang pada 2018, meningkat sebesar 1,27 persen dari 2017. Memastikan ketersediaan dan keterjangkauan beras sangat penting untuk memenuhi kebutuhan populasi yang terus bertambah,” tandasnya. [azz]