Jakarta: Penggunaan benih hibrida dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan produktivitas beras nasional. Sayangnya benih padi hibrida belum banyak digunakan di Indonesia karena masih dihadapkan pada sejumlah tantangan.
“Persepsi yang sudah terbangun di benak para petani mengenai lebih menguntungkannya menanam padi inbrida daripada padi hibrida relatif sulit untuk diubah. Selain itu, produksi dan ketersediaan indukan dan benih hibrida juga masih terbilang rendah,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta, Minggu, 26 September 2021.
Penelitian CIPS juga mengidentifikasi kerentanan terhadap penyakit, rasa dan tekstur nasi, tingginya harga benih, kebiasaan petani menggunakan benih sendiri dan kurangnya keterampilan petani sebagai faktor-faktor yang menyulitkan pengembangan padi hibrida. Tidak tersedianya benih hibrida, memaksa banyak petani kembali menanam benih inbrida.
Survei Ubinan 2019 memperlihatkan bahwa proporsi rumah tangga petani padi sawah yang menggunakan benih hibrida hanya sekitar 9,06 persen. Rendahnya tingkat penerimaan ini perlu diatasi dengan sosialisasi benih hibrida yang lebih masif.
“Meskipun memiliki produktivitas yang lebih tinggi, padi hibrida tidak diminati oleh petani karena sejumlah hal, seperti ongkos budi daya yang relatif lebih tinggi karena membutuhkan penanganan yang lebih intensif dan kualitas beras yang dihasilkan tidak sesuai dengan preferensi konsumen,” imbuh Aditya.
Statistik menunjukkan produktivitas padi nasional cenderung landai dalam beberapa tahun terakhir pada angka lima ton gabah kering giling per hektar. Belajar dari kesuksesan peningkatan produktivitas tanaman jagung, pemerintah dapat mendorong produktivitas tanaman padi dengan meningkatkan skala penggunaan varietas unggul, khususnya padi hibrida.
Produktivitas padi hibrida memiliki potensi besar untuk ditingkatkan menjadi rata-rata tujuh ton per ha per musim, lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas padi inbrida yang hanya mencapai 5,15 ton per ha. Namun, luas tanam padi hibrida hanya kurang dari satu persen dari total luas tanam padi di Indonesia.
Untuk memaksimalkan potensi padi hibrida, CIPS merekomendasikan perlunya memasukkan padi hibrida ke dalam prioritas perencanaan pembangunan pertanian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Jika padi hibrida diharapkan dapat mencapai tingkat luasan seperti di Tiongkok (51 persen dari total luas tanam padi) dan Pakistan (25-30 persen dari total luas tanam padi), penting bagi sektor swasta untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam mengembangkan dan mengkomersilkan varietas benih yang tepat.
Saat ini, impor masih penting, bukan hanya untuk kecukupan penyediaan benih, tetapi juga untuk menguji kesesuaian varietas padi hibrida tertentu dengan kondisi setempat. Indonesia adalah salah satu konsumen beras terbesar dunia, dengan perkiraan konsumsi 97,6 kg per kapita per tahun pada 2017.
Dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta dan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,27 persen per tahun (2018), Indonesia harus menyediakan cukup banyak beras untuk memastikan ketahanan pangan di masa depan. Konsumsi beras tahunan penduduk Indonesia diproyeksikan terus meningkat 1,5 persen setiap tahunnya sehingga mencapai 99,08 kg per kapita pada 2025 dan naik dua persen per tahun menjadi 99,55 kg per kapita pada 2045.