Jakarta (ANTARA) – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) menggelar pelatihan bagi 1,9 juta orang yang terdiri dari 1,8 juta petani penyuluh bersama 48.347 Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI, dalam rangka mengantisipasi darurat pangan nasional.
Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi mengatakan, sejak tahun lalu dampak COVID-19, ketegangan geopolitik, khususnya perang Rusia-Ukraina, dan perubahan iklim sangat terasa, khususnya dalam hal pangan. Situasi dunia dalam kondisi tidak menentu dengan sekitar 60 negara mengalami krisis pangan dan 900 juta penduduk dunia terdampak krisis pangan.
“Dari berbagai masalah ini berdampak produksi pangan global terganggu. Di Indonesia, sejak Februari 2023 hingga Maret 2024 kita mengalami fenomena alam yang disebut El Nino, kemarau yang berkepanjangan. Solusi mengatasi krisis pangan kita harus Swasembada,” kata Dedi dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.
Dengan latar belakang ini maka BPPSDMP akan menyelenggarakan Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh (PSPP) Tahun 2024 bagi Petani, Penyuluh Pertanian, dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) dengan tema ‘Gerakan Antisipasi Darurat Pangan Nasional’.
Pelatihan diikuti oleh 1.902.354 orang dari target sebanyak 1.800.000 orang yang terdiri dari petani sebanyak 1.823.948 orang, penyuluh PNS 12.008 orang, penyuluh PPPK 7.690 orang, penyuluh tenaga harian lepas (THL) Pusat sejumlah 474 orang, penyuluh THL Daerah sejumlah 3.184 orang, Babinsa TNI sebanyak 48.347 orang dan insan pertanian lainnya sejumlah 6.703 orang.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta dalam peningkatan produksi padi melalui optimalisasi lahan rawa dan pompanisasi di lahan sawah tadah hujan serta pemanfaatan lahan perkebunan untuk padi.
PSPP ini dilaksanakan selama tiga hari, tanggal 5 – 7 Juni 2024 secara luring di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan dan daring serentak di UPT Pelatihan Pertanian, Kantor Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/kota, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), dan Kantor Koramil di seluruh Indonesia.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan, beras adalah kebutuhan pokok Indonesia. Per bulannya, kebutuhan beras dalam negeri tidak kurang dari 2,6 juta ton atau setara 1 juta hektare luas panen dengan produktivitas 5,2 ton per hektare.
Konsumsi beras dalam negeri setiap bulannya tidak kurang dari 2,6 juta ton atau setara 1 juta hektare luas panen dengan produktivitas 5,2 ton per hektare. Sementara Indonesia hanya mampu menghasilkan beras 30,2 juta ton per tahun.
“Artinya kita masih defisit 1 juta beras. Belum lagi cadangan beras pemerintah 2,5 juta ton, berarti dijumlah kurang lebih 3,5 juta ton beras setiap tahun. Itu setara dengan 7 juta ton gabah kering giling,” jelas Dedi.
Berdasarkan data yang ada, pada Maret 2024, petani baru bisa menanam seluas 800.000 hektare atau dengan kata lain terjadi kekurangan tanam seluas 300.000 hektare, yang akibatnya akan defisit beras.
“Oleh karena itu, kita harus melakukan perluasan tanam dan meningkatkan indeks pertanaman (IP) kita di lahan rawa dan lahan tadah hujan agar produksi beras kembali melimpah,” ujar Dedi.
Kementan saat ini tengah fokus menggenjot produksi dua komoditas pokok, yaitu padi dan jagung nasional melalui optimalisasi lahan rawa, pompanisasi, dan tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan.
Dedi mengatakan, optimalisasi rawa sedang dilakukan di 11 provinsi dengan target meningkatkan IP 100 menjadi 200 untuk daerah yang sudah dilakukan survei investigasi dan desain (SID).
“Lahan rawa kita umumnya cuman tanam satu kali dalam satu tahun. Lahan Rawa kalau kita tingkatkan IP dari satu kali menjadi dua dalam satu tahun berarti kita harus optimasi lahannya. Kita harus perbaiki salurannya dan sebagainya,” sambung dia.
Kementan juga menggalakkan program bantuan pompanisasi, khususnya di lahan persawahan tadah hujan ber-IP satu yang dekat dengan sumber air. Program ini akan dilakukan 500 hektare di Pulau Jawa dan 500 hektae di luar Pulau Jawa.
“Kita punya lahan tadah hujan 3-4 juta hektare, yang baru tanam satu kali dalam satu tahun karena apa irigasinya hanya mengandalkan hujan. Kalau ini kita tingkatkan IP-nya jadi dua kali, produksi kita juga akan meningkat,” ujar dia.
Selanjutnya, kata Dedi, Kementan juga menggalakkan tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan sawit dan kelapa yang sedang mengikuti program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
“Kita ada lahan sawit dan kakao sekitar 500.000 hektare untuk program tumpang sisip padi gogo. Sehingga yang tadinya tidak bisa tanam menjadi tanam,” kata Dedi.
Program pelatihan petani penyuluh ini adalah tindak lanjut dari arahan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang mengatakan, prioritas pemerintah saat ini adalah menggenjot produksi padi dan jagung untuk mencegah krisis pangan di Indonesia.
“Kalau krisis energi mungkin kita masih bisa bergerak, tapi kalau krisis pangan, seluruh aktivitas terhenti, bahkan negara pun tidak ada tanpa pangan. Sehingga, ini menjadi prioritas pemerintah saat ini,” kata Mentan Amran.
Sumber: https://www.antaranews.com/berita/4140906/kementan-latih-18-juta-petani-penyuluh-antisipasi-darurat-pangan