TEMPO.CO, Jakarta – Gencatan senjata lagi-lagi gagal meredam konflik yang terjadi di Sudan. Terbaru, pertempuran terdengar di Ibu Kota Sudan, Khartoum pada Senin pagi, 1 Mei 2023, di tengah-tengah perpanjangan gencatan senjata. Saat bentrokan antara pasukan militer yang bertikai memasuki minggu ketiga, PBB memperingatkan ini sebagai titik puncak krisis kemanusian.
Kedua belah pihak yang berkonflik di Sudan, tentara dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) sepakat pada Minggu, 30 April 2023, untuk memperpanjang gencatan senjata yang akan berakhir selama 72 ke depan lagi. Menurut RSF ini merupakan sebagai tanggapan atas seruan internasional, regional dan lokal.
Tentara mengatakan pihaknya berharap apa yang disebutnya “pemberontak” akan mematuhi kesepakatan itu, tetapi diyakini mereka bermaksud untuk melanjutkan serangan. Pada Senin pagi, suara artileri, serangan udara, dan tembakan antipesawat terdengar di ibu kota Khartoum.
Peraturan gencatan senjata yang banyak dilanggar telah memperdalam krisis kemanusiaan di Sudan. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat di PBB Martin Griffiths, sepertiga dari orang sudah bergantung pada beberapa bentuk bantuan.
“Skala dan kecepatan yang terjadi di Sudan belum pernah terjadi sebelumnya. Kami sangat prihatin dengan dampak jangka pendek dan jangka panjang pada semua orang di Sudan dan wilayah yang lebih luas,” kata Griffiths.
Kekerasan telah melumpuhkan kota itu dan berisiko membangkitkan kembali perang di wilayah barat Darfur yang luas yang dilukai oleh konflik yang telah berlangsung selama dua dasawarsa, meskipun banyak janji gencatan senjata.
Bersama-sama, tentara dan RSF sebenarnya menggulingkan pemerintah sipil dalam kudeta Oktober 2021. Tetapi perebutan kekuasaan mereka telah menggagalkan transisi menuju demokrasi yang didukung internasional dan mengancam akan mengacaukan wilayah yang bergejolak.
Pemimpin Angkatan Darat Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengatakan dia tidak akan pernah duduk dengan kepala RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau yang biasa dikenal dengan Hemedti. Hemedti mengatakan dia akan berbicara hanya setelah tentara menghentikan permusuhan.
Di Khartoum, tentara telah memerangi pasukan RSF yang bercokol di daerah pemukiman. Pertempuran sejauh ini telah melihat pasukan RSF yang lebih gesit menyebar ke seluruh kota karena tentara yang lebih siap mencoba untuk menargetkan mereka sebagian besar dengan menggunakan serangan udara dari pesawat tak berawak dan jet tempur.
Korban Konflik Sudan
Kementerian Kesehatan mengatakan, setidaknya 528 orang tewas dan 4.599 terluka dari konflik Sudan yang meletus sejak 15 April 2023. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melaporkan jumlah kematian yang serupa tetapi percaya bahwa jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi.
Lebih dari 800 ribu orang melarikan diri dari Sudan sebagai akibat dari pertempuran antara faksi-faksi militer, termasuk banyak yang datang ke sana sebagai pengungsi, kata seorang pejabat PBB, Senin, 1 Mei 2023.
“Tanpa resolusi cepat dari krisis ini, kita akan terus melihat lebih banyak orang terpaksa melarikan diri untuk mencari keselamatan dan bantuan dasar,” kata Raouf Mazou dalam pengarahan negara anggota di Jenewa tentang konflik Sudan.
“Dalam konsultasi dengan semua pemerintah dan mitra terkait, kami telah mencapai angka perencanaan 815.000 orang yang mungkin mengungsi ke tujuh negara tetangga.”
Perkiraan tersebut mencakup sekitar 580.000 orang Sudan, katanya, dengan yang lainnya merupakan pengungsi dari Sudan Selatan dan tempat lain. Sejauh ini, ia mengatakan sekitar 73.000 orang telah melarikan diri ke negara-negara tetangga Sudan seperti Sudan Selatan, Chad, Mesir, Eritrea, Ethiopia, Republik Afrika Tengah dan Libya.
Kepala bantuan PBB Martin Griffiths akan mengunjungi Sudan, Selasa, kata Ramesh Rajasingham dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan. Griffiths berada di Nairobi, Kenya, Senin, untuk membicarakan masalah di Sudan, yang ia gambarkan sebagai “bencana”.
“Kita perlu menemukan cara untuk memberikan bantuan masuk ke dalam negara itu dan mendistribusikannya untuk mereka yang membutuhkan,” tulis Griffiths di Twitter.
Dalam pernyataan terpisah, koordinator kemanusiaan PBB di Sudan mengatakan krisis kemanusiaan sedang berubah menjadi “malapetaka besar” dan risiko tumpahan ke negara-negara tetangga mengkhawatirkan.
“Sudah lebih dari dua minggu pertempuran yang menghancurkan di Sudan, konflik yang mengubah krisis kemanusiaan Sudan menjadi bencana besar,” kata Abdou Dieng kepada negara-negara anggota melalui tautan video.
Pemerintah asing, termasuk Indonesia, telah bergegas untuk mengevakuasi warga negara mereka di tengah peringatan bahwa negara itu dapat hancur.
DANIEL A. FAJRI | IDA ROSDALINA
Sumber: https://dunia.tempo.co/read/1720907/sebut-pengungsi-konflik-sudan-capai-800-ribu-pbb-krisis-kemanusiaan-jadi-bencana-besar?page_num=2