Peringatan Ilmuwan Produksi Pangan Dunia Terancam Kolaps Imbas Krisis Air

Jakarta

Ilmuwan dalam studi terbarunya memperingatkan adanya ancaman separuh produksi pangan dunia terancam kolaps dalam 25 tahun ke depan. Situasi tersebut berpotensi terjadi imbas krisis air global yang terus meningkat.

Dilansir dari detikINET, Jumat (25/10/2024), Global Commission on the Economics of Water menyebutkan ancaman produksi pangan yang hilang juga dipicu perubahan iklim, penggunaan lahan yang merusak, dan salah urus sumber daya air. Berarti hampir 3 miliar orang dan lebih dari separuh produksi pangan global ada di wilayah dengan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sistem air.

Di sejumlah kota dilaporkan mengalami penurunan permukaan akibat hilangnya air tanah. Krisis air ini juga mengakibatkan 8% produk domestik bruto (PDB) global dan 15% PDB negara-negara berpenghasilan rendah akan hilang di 2050.

“Saat ini, setengah populasi dunia menghadapi kelangkaan air. Karena sumber daya vital ini kian langka, ketahanan pangan dan pembangunan manusia terancam dan kita membiarkannya terjadi,” kata Direktur Potsdam Institute for Climate Impact Research, Johan Rockstrom yang dikutip dari Live Science.

Johan mengatakan siklus air yang tidak seimbang pertama kali terjadi dalam sejarah manusia. Perubahan iklim dan penggunaan lahan oleh manusia mempengaruhi sumber air tawar yang ada di Bumi.

“Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, kita mendorong siklus air global menjadi tidak seimbang. Curah hujan, sumber dari semua air tawar, tidak dapat lagi diandalkan karena perubahan iklim dan penggunaan lahan oleh manusia,” tambahnya.

Tiap orang membutuhkan 50 sampai 100 liter air tiap harinya untuk kesehatan dan kebersihan. Namun komisi tersebut menemukan jumlah ini merupakan perkiraan yang sangat rendah.

Jumlah sebenarnya untuk konsumsi yang memadai 4.000 liter per orang tiap hari. Volume ini tidak dapat diperoleh di banyak bagian dunia.

Beberapa tahun terakhir, Amazon sudah mengalami kekeringan parah yang mengancam hutan hujan menjadi sabana, gletser mencair dengan cepat dan Eropa mengalami banjir yang mematikan.

Masalah tersebut diperparah akan harga air terlalu rendah di banyak daerah yang memungkinkan air di wilayah yang sudah tertekan malah dialihkan untuk data center dan pembangkit listrik tenaga batu bara. Peneliti berpendapat, air dapat didistribusikan lebih efisien dan adil dengan harga dan subsidi tepat, beralih ke pola makan nabati, memulihkan alam, dan daur ulang air limbah.

“Krisis air global merupakan tragedi tetapi juga merupakan peluang untuk mengubah ekonomi air dan untuk memulai dengan menilai air secara tepat sehingga dapat mengenali kelangkaannya dan manfaat yang diberikannya,” ujar Direktur Jenderal WTO, NgoziOkonjo-Iweala.

Sumber: https://www.detik.com/sulsel/berita/d-7606421/peringatan-ilmuwan-produksi-pangan-dunia-terancam-kolaps-imbas-krisis-air