TAEZ, KOMPAS.com – Perang saudara di Yaman yang masih berlangsung, membuat warga sipil di negara tersebut terus menderita.
Alih-alih menyembelih hewan kurban berkaki empat seperi domba, kambing, unta, atau sapi, beberapa orang di kota Taez hanya mampu “berkurban” ayam dalam perayaan Idul Adha kali ini.
Salah satu warga yang menjadikan ayam sebagai hewan “kurban” adalah Fadel al-Sbei. Dia menyembeih dua ekor ayam pada perayaan Idul Adha kali ini karena hanya itu yang dia mampu.
Sebagai seorang kurir, Fadel hanya berpenghasilan sekitar 2 dollar atau setara Rp 28.000 per hari. Padahal dia mempunyai enam orang anak.
Fadel tidak sendirian. Ada banyak orang bernasib sama sepertinya atau bahkan lebih nelangsa akibat perang saudara.
Bahkan menurut PBB, konflik tersebut menjerumuskan Yaman ke dalam kriris kemanusiaan terburuk di dunia. Nilai tukar riyal Yaman juga jatuh.
Riyal Yaman mencapai level terendah selama akibat perang saudara yang sudah berlangsung selama tujuh tahun.
Banyak orang Yaman hidup dalam kemiskinan ekstrem. Di Taez, banyak orang meninggalkan pasar hewan dengan tangan hampa karena harga hewan ternak berkaki empat melonjak drastis.
“Situasinya sangat buruk. Saya pergi ke pasar untuk membeli hewan kurban dan semuanya terlalu mahal. Saya tidak mampu membeli apa pun,” kata Fadel kepada AFP.
“Domba dan kambing dijual antara 150.000 dan 200.000 riyal (Rp 8 juta hingga Rp 11 juta). Saya harus membeli ayam untuk hari raya Idul Adha,” keluh Fadel.
“Bahkan pakaian pun sangat mahal dan saya tidak bisa membelinya. Hidup ini sangat sulit,” imbuh Fadel.
Taez merupakan kota di Yaman yang dikepung sejak 2015. Kota tersebut adalah salah satu daerah yang paling parah terdampak perang saudara yang meletus pada 2014.
Dikelilingi oleh pegunungan dan berpopulasi sekitar 600.000 jiwa, Taez telah dibombardir secara brutal oleh pasukan pemberontak.
“Harganya gila, benar-benar gila. Tahun ini sulit untuk membeli hewan kurban karena krisis yang mencekik,” kata salah satu warga Taez, Mohammed al-Sharaabi.
Lima juta orang berada di ambang kelaparan sementara sekitar 50.000 orang di Yaman hidup dalam kondisi hampir kelaparan.
Harga pangan di sana melonjak 200 persen dibandingkan dengan harga sebelum perang. Sekitar 80 persen warga Yaman sekarang bergantung pada bantuan pangan internasional.
Perang saudara di Yaman dimulai pada 2014. Kala itu, ibu kota Sanaa ke tangan pemberontak Houthi yang melawan pasukan yang loyal kepada pemerintah dan didukung Arab Saudi.
Sementara pemberontak Houthi didukung oleh musuh bebuyutan Arab Saudi, Iran. Kini, kelompok tersebut menguasai sebagian besar Yaman utara, termasuk Sanaa.
Konflik telah merenggut puluhan ribu nyawa, menurut organisasi kemanusiaan, dan jutaan orang mengungsi.
Ekonom Yaman Salem al-Maqtari memperingatkan konsekuensi yang lebih mengerikan jika tukar mata uang Yaman terus terjun bebas.
“Rakyat yang akan menanggung akibatnya,” kata Salem.