3 Tahun Tidak Impor, Indonesia Bisa Swasembada Beras

Jakarta: Guru Besar Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (Unila) Profesor Bustanul Arifin yakin Indonesia bisa swasembada beras. Hal itu juga sesusai dengan optimisme Presiden Jokowi setelah selama tiga tahun tak mengimpor beras.

Menurut Bustanul, Indonesia harus berdikari persoalan pangan mengingat krisis pangan yang sedang dihadapi negara-negara berkembang menjadi alarm buat Indonesia agar selalu waspada ke depan. Pasalnya, ancaman krisis pangan global setelah perang Rusia-Ukraina awal 2022 tampak semakin nyata, karena faktor geopolitik global dan perubahan iklim.

“Indonesia harus berdikari pangan karena terdapat kecenderungan proteksionisme dari negara mitra. Banyak negara melarang ekspor pangan, sesuatu yang dipecahkan secara diplomasi ekonomi,” kata Bustanul.

Menurut dia, ketersediaan beras Indonesia selama tiga tahun terakhir ini masih terbilang aman, setelah diganggu musim kemarau ekstrem pada 2018.

Bahkan, Pemerintah Indonesia tidak melakukan impor beras sejak 2018 kemarin, produksi beras di 2021 sebesar 54,42 juta ton GKG, setara 31,4 juta ton beras, lebih tinggi dari konsumsi 30 juta ton. Produktivitas naik 1,96 persen dari 5,11 ton per ha jadi 5,23 ton per ha.

“Sampai Mei 2022, produksi beras 13,5 juta ton atau setengah dari angka tahunan. Harga beras medium stabil pada kisaran Rp11.800 per kg selama dua tahun terakhir. Persoalan utama adalah luas panen padi berkurang 245 ribu hektare atau 2,34 persen, yang harus diselesaikan secara lintas sektoral dan melibatkan Pemerintah Daerah,” ujarnya.

Untuk itu, Bustanul menyarankan agar Pemerintah Indonesia harus menyiapkan beberapa strategi antisipasi dan langkah kebijakan dalam menghadapi ancaman krisis pangan ke depan, dengan adanya dinamika geopolitik dan geostrategi global, di mana telah terjadi kenaikan harga pangan secara spesifik.

“Pertama itu jangka pendek, yakni bantuan langsung tunai (BLT), bantuan sosial PKH, BPNT dan lainnya perlu dilaksanakan efektif, dari perkotaan sampai ke pelosok pedesaan,” ucapnya.

Selain itu, harus adanya antisipasi dan langkah lebih detail pada setiap komoditas pangan strategis seperti, beras, jagung, kedelai, minyak sawit, gula, daging sapi hingga pangan lainnya yang sudah menjadi komoditas pangan daerah di Indonesia.

“Seperti beras, insentif petani untuk meningkatkan kualitas beras premium domestik. Jagung, peningkatan produktivitas di hulu, integrasi dengan industri pakan ternak, Kedelai, produksi kedelai kualitas tinggi dan kemudahan prosedur impor kedelai. Minyak sawit, alokasi pangan-energi berimbang. Kepastian harga TBS tingkat petani,” sarannya.

“Gula, peningkatan produktivitas tebu tingkat usaha tani. Penyehatan industri basis tebu dan daging sapi, pemanfaatan sapi domestik dan sumber sapi dan daging negara lain,” tambahnya.

Sementara untuk jangka menengah, Bustanul menyarankan agar Pemerintah lewat para pendamping pertanian yang sudah ada harus melakukan pendampingan kepada para petani dan perlu ada digitalisasi rantai nilai pangan.

“Jangka menengah itu pendampingan dan pemberdayaan petani pada pertanian presisi, digitalisasi rantai nilai pangan, kerja sama quadruple helix ABGC, dan perubahan teknologi pertanian, ekosistem inovasi dan integrasi strategi R&D,” jelasnya.

Bustanul juga mengingatkan Pemerintah perang Rusia-Ukraina sangat berpengaruh besar pada harga pupuk global, dengan semua negara membutuhkan suplai pupuk yang banyak termasuk Indonesia.

“Perang Rusia-Ukraina menaikkan harga pupuk global. Penggunaan pupuk Indonesia sebagian besar (55 persen) nonsubsidi 11 juta ton dan pupuk subsidi sembilan juta ton. Harga urea nonsubsidi Rp11 ribu per kg. Perhatian khusus untuk desain subsidi langsung petani (SLP),” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan Indonesia bakal mencapai swasembada beras. Hal itu ia ungkapkan saat melihat ketersedian beras di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPadi), Sukamandi, Subang, Jawa Barat.

“Saya yakin karena kita sudah tiga tahun ini tidak impor beras, saya yakin swasembada beras kita segera kita capai,” ujar Jokowi di BBPadi, Selasa, 12 Juli 2022.

Jokowi tidak menjelaskan secara detail kapan Indonesia dapat mencapai swasembada beras. Namun, dia memerintahkan jajarannya memastikan ketersedian pangan aman. Pasalnya, dunia tengah mengalami kekurangan pangan.

“Saya datang ke Balai Padi milik Kementerian Pertanian dalam rangka untuk memastikan ketersedian pangan kita, utamanya beras, karena memang di balai ini benih-benih varietas unggul disiapkan,” terang dia.

Jokowi menyebut benih padi unggul yang disediakan BBPadi seperti inpari 32, inpari 42, dan varietas lainnya. Dia sempat berbincang-bincang dengan sejumlah petani dan meminta untuk menggunakan benih unggul.

“Saya ingin menyampaikan yang namanya benih itu sangat penting sekali dalam rangka menaikkan produksi beras kita di setiap hektarenya,” beber dia.
Sumber:Medcom.id