Beras Parigi Moutong Miliki Kadar Air Tinggi

Jakarta – Kualitas beras yang dihasilkan petani Parigi Moutong miliki kandungan air yang tinggi. Akibatnya sangat sulit untuk bersaing di luar daerah maupun dalam daerah.

Hal itu diungkapkan, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Parigi Moutong, Muhammad Yasir SE, kepada wartawan gemasulawesi.com di ruang kerjanya Rabu, 12 Januari 2022.

“Kondisi ini perlu segera dipikirkan solusinya, karena mempengaruhi daya jual beras baik di pasar lokal maupun pasar luar,” terangnya.

Lanjut dia, potensi Parigi moutong bisa mencapai surplus beras kurang lebih hingga 105.000 ton per panen.

Sayangnya potensi itu tidak dibarengi dengan kualitas beras yang baik, sehingga berakibat kalah bersaing dengan beras asal daerah lain.

“Kita contohkan saja beras dari Sulawesi selatan, harga bersaing dengan kualitas yang bagus. Tentu petani kita akan kesulitan dalam menjual hasil pertaniannya,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, kandungan air yang tinggi pada beras bisa berakibat pada beras menjadi kuning atau banyak yang pecah saat memasuki penggilingan.

Yasir berharap, instansi terkait bisa memberikan penyuluhan yang lebih baik lagi dalam hal tatacara pengelolaan padi dengan lebih profesional lagi.

“Disperindag sudah mensurvey dari 400 pabrik gilingan, kurang lebih 300 yang masih beroperasi dan minimal menggiling 150 ton sekali panen. Hitungan paling minimal itu ya,” katanya.

Menurutnya, jika 300-an pabrik gilingan itu bisa dikelola secara profesional dan memiliki penampungan beras yang sesuai dengan standar akan bisa menjaga kualitas beras.

Selain persoalan kadar air yang tinggi pada beras di Parigi moutong, persoalan harga cabai yang melonjak tinggi juga menjadi perhatian dari Disperindag.

Ia mengatakan, kendala di Parigi moutong adalah kurangnya pasokan cabai lokal ke pasar.

“Saat ini kita masih berharap pasokan cabai dari Poso dan Sigi. Wilayah penghasil cabai di Parigi moutong umumnya berada di wilayah utara dan petani cabai disana umumnya memasok ke Gorontalo,” tuturnya.

Kondisi itu kata Yasir, dimaklumi karena posisi wilayah Provinsi Gorontalo lebih dekat dan harga yang ditawarkan mungkin lebih tinggi.

Sementara jika di pasok ke wilayah Parigi dan sekitarnya tentu biaya distribusinya jadi tinggi dan harga beli juga kalah bersaing dengan Gorontalo.

“Mungkin lebih pada pemerataan pemberdayaan petani cabai saja. Wilayah Parigi dan sekitarnya kayaknya kekurangan petani cabai, ditambah dengan musim penghujan biasanya pohon cabai banyak rusak,” pungkasnya. (fan)

Sumber : gemasulawesi.com